WELCOME TO RIRIN BLOG
Myhafiezers

Rabu, 01 Mei 2013


DEFINISI APPENDICITIS
 Appendicities adalah radang / inflamasi pada appendix vemiformis,dan merupakan penyebab penyakit abdomen akut yang paling sering. Sedangkan appendicitis akut adalah appendicitis dengan onset gejala akut yang memerlukan intervensi bedah dan biasanya dengan nyeri di kuadran abdomen kanan bawah dan dengan nyeri tekan tekan dan alih, spasme otot yang ada di atasnya, dan dengan hiperestesia kulit. Sedangkan appendicitis kronis ditandai dengan nyeri abdomen kronik (berlangsung terus menerus ) di dearah fossa illiaca dextra,tetapi tidak terlalu parah, dan bersifat continue atau intermittent, nyeri ini terjadikarena lumen appendix mengalami partial obstruk. Penyakit ini dapat mengenal semua umurbaik laki-laki maupun perempuan. Tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun, dan jarang sekali terjadi pada usia di bawah 2 tahun.
Usus buntu atau appendicitis atau umbai cacing hingga saat ini fungsinya belum di ketahui dengan pasti, namun sering menimbulkan keluhan yang mengganggu. Bila terjadi peradangan, harus segera dilakukan pembedahan untuk mencegah komplikasi yang berbahaya. Appendix menghasilkan lendir 1 -2 ml / hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir tersebut, maka akan mempermudah timbulnya appendicitis (radang pada appendicitis ). Di dalam appendicitis juga terdapat immunoglobulin, zat pelindung terhadap infeksi dan yang banyak terdapat di dalamnya adalah Ig A.
Pada pemeriksaan fisik, keluhan dirasakan oleh penderita biasanya berupa demam ringan dengan suhu 37,5 – 38,5 °C. Bila suhu tubuhnya  sudan tinggi, maka mungkin sudah terjadi perforasi. Saat dilakukan inspeksi oleh dokter pada daerah perut tidak akan ditemukan tanda yang khas, karena memang tidak ada penonjolan atau penimbunan pada bagian perut. Kecurigaan pada appendicitis akan timbul pada saat dokter melakukan palpasi perut. Pada daerah perut kanan bawah, sering kali bila ditekan akan terasa nyeri. Appendicitis yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang akan menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu saat, ketika meradang lagi maka biasa disebut appendicitis eksaserbasi akut.
Pada pasien appendicities  dapat melakukan manajemen sebagai berikut. Bila kita mendapati pasien dengan nyeri pada fossa iliaca kanan, dan pasien itu memiliki tanda dan gejala lain dari appendicities sehingga kita dengan yakin mendiagnosisnya sebagai appendicities, maka segara lakukan appendectomy. Apabila kita mendapati pasien dengan nyeri pada fossa illiaca kanan, namun belum dapat dipastikan diagnosis dari pasien tersebut apakah appendicities atau penyakat lainnya, maka kita harus mereview pasien tersebut sacara periodic, bili perlu pasien kita sarankan untuk rawat inap agar dapat dipantau perkembagannya dengan baik, bila dipantau masih menimbulkan keraguan maka kita dapat melakukan pemeriksaan penunjang seperti, memeriksa urine, sacara mikroskopis, X-ray, full blood count, serum amylase.
Sebagai seorang perawat dalam menangani pasien eppendicities ini, perawat harus melakukan  perawatan luka supaya tidak terjadi infeksi pada paien dan perawat juga harus menjaga supaya tidak terjadi infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat selama perawatan di Rumah Sakit, dimana sebelumnya klien tidak mengalaminya dan tidak dalam masa inkubasi penyakit, atau infeksi yang belum dialami klien saat dating di Rumah Sakit tetapi terjadi pada 48 – 72 jam setelah dirawat inap.
Sistem tubuh yang dapat mengalami infeksi nosokomial adalah :
1.   sistem pernafasan
2.  sistem pencernaan
3. sistem perkemihan
4.  sistem cardiovascular
5.  sistem musculoskeletal
infeksi nosokomial dapat dicegah dengan beberapa cara yaitu :
  mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan setiap tindakan keperawatan
  menggunakan masker jika perlu
  menggunakan sarung tangan sesuai kebutuhan
  menggunakan teknik aseptic
  tidak menyentuh area /alat yang terkontaminasi, hati – hati tertusuk jarum
  pertahankan lingkungan yang bersih dan nyaman
  melatih mobilisasi atau ROM
  mengganti alat medis yang terpasang secara periodic ( contoh : ganti IV cateter 3 hari sekali )
  membuang urine pada bag urine sebelum penuh
  ganti linen atau sprei klien dengan segera dan lantai jika terkontaminasi darah, pus, secret, dll untuk mencegah kontaminasi
  jangan membuka luka jika lantai dibersihkan
  isolasikan klien jika perlu

1.2 ETIOLOGI APPENDICITIES
Appendicities mempunyai tanda dan gejala bervariasi yaitu nyari yang dirasakan samara yaitu pada bagian tengah abdominal tepatnya pada periumbilikal ( nyeri tumpul ). Seringkali disertai dengan rasa mual dan muntah ( 3 kali,facial fkush, tenderness pada fossa illiaca, demam suhu antara 37,5 – 38,5ÂșC). Beberapa jam kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah, yang oleh kalangan medis disebut titik Mc. Eurney. Nyeri ini akan dirasakan akan lebih jelas baik letak maupun derajat nyerinya. Tanda – tanda dari appendicities klasik ini dapat ditemukan kurang dari setangah kasus yng terjadi. Ada juga tanda – tanda lain yang muncul yaitu bila appendix berada di dekat rectum, maka itu dapat menyebabkan iritasi local dan diarrhea. Bila appendix terletak dekat dengan vesica urinaria atau ureter, maka itu dapat menyebabkan dysuria dan pyuria ( secara mikroskopik ).
Sedangkan appendicities itu disebabkan antara lain obstruksi oleh fecalith, a gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing ( oxyurus vermicularis ). Terjadinya appendicities umumnya karena bakteri. Namun terdapat banyak sekali factor pencetus terjadinya hal itu. Diantaranya sumbatan dari lumen appendix, adanya timbunan tinja yang keras (fekalith), tumor appendix. Namun juga dapat terjadi karena pengikisan mukosa appendix akibat parasit seperti E. hystoutica. Rendah serat juga akan menimbulkan kemungkinan terjadi appendicities. Tinja yang keras pada akhinya akan menyebabkan konstipasi yang akan meningkatkn tekanan di dalam sekum sehinggaakan mempermudah timbulnya penyakit itu.

1.3 MANIFESTASI KLINIS
Keluhan appendicities biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2 – 12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan akan diperberat bila berjalan dan batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang – kadang terjadi diare, mual dan muntah.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun beberapa jam nyeri abomen kanan bawah akan semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan menunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapt membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda rovsing, proas, dan obturator positif, akan semakin meyakinkan diagnosis klinis appendicities.

1.4 PATOFISIOLOGI APPENDICITIES
Appendicities dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang telah dijelaskan pada etiologi, akan tetapi akan sering disebabkan obstruksi oleh fekalith. Hasil observasi epidemologi juga menyebutkan bahwa obstruksi fekalith adalah penyebab terbesar. Pada awal apppendicities, mukosa mengalami inflamasi terlebih dahulu. Kemudian inflamasi ini akan meluas ke lapisan submukosa, termasuk juga lapisan muskularis dan lapisan serosa. Terbentuk juga eksudat fibrinoputulen pada permukaan serosa dan menyebar ke dinding peritoneal terdekat sehingga menyebab peritonitis. Pada fase ini glandula mukosa yang nekrosis masuk ke dalam lumen usus, sehingga menyebabkan terjadinya nanah atau pus di dalam lumen. Akhirnya pembuluh – pembuluh kapiler yang mensuplay darah ke appendix mengalami trombosa dan appendix yang infark tersebut menjadi nekrosis atau gangrenous. Setelah mengalami nekrosis mengalami perforasi, sehingga kandungan yang terdapat dalam lumen appendix, seperti pus dapat menyebar di cavitas peritoneal dan menimbulkan peritonitis.
Pada anak – anak, karena omentum lebih pendek dan appendix lebih panjang, dinding appendix lebih tipis. Keadaan tersebut di tambah daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.

1.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
1.   pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan panggul, rectum ( dubur ), pemeriksaan laboratorium darah
2.  pemeriksaan urine
3. pemeriksaan roentgen abdomen
4.  USG (bila perlu)
5.  CT SCAN (bila perlu)
Di bawah ini adalah foto roentgen penyakit appendicities

1.6 KOMPLIKASI
1.    mempunyai kecenderungan progresif
2.   mengalami perforasi
3.  meningkatkan nyeri, demam, malaise dan leukositas semakin jelas
4.   psaame otot dinding perut kuadran kanan bawah
5.   pembentukan abses
6.   abses subferenikus dan fokal sepsis intra abdominal
7.   obstruksi intestinal

1.7 PENATALAKSANAAN
1. sebelum operasi
a.Observasi
Dalam 8 – 12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendicities sering kali belum jelas. Dalam keadaan ini observasi perlu dilakukan pasien  diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh di berikan blila dicurigai adanya appendicities ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) di ulang secara periodic, foto abdomen dan toraks tegak dilakukan  untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulkan keluhan.
b. inkubasi bila perlu
2. antibiotic
Antibiotic spectrum luas diberikan selama 7 sampai 10 hari. Piremidin (Demerol) diberikan untuk menghilangkan nyeri. Antispasmodik seperti propantelin bromide (pro- banthine) dan oksifensiklimin (darison) dapat diberikan. Untuk mengatasi diare yang terjadi dapat diberikan  supositoria evakuan (dulcolax).
3. pasca operasi
Perlu di lakukan observasi tanda – tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam syok, hipertensi, atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambuna bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien didalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik selama 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuaskan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Kemudian berikan minummulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari ke 2 pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke 7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
4. penatalaksanaan gawat darurat non- operasi
Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam peritonitis akut. Dengan demikian gejala appendicitiesakut akan mereda, dan kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang.





BAB III
KESIMPULAN

 

Appendicities adalah radang / inflamasi pada appendix vemivormis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Appendicities sering ada 2 jenis yaitu appendicities akut dan appendicities kronis.
Setelah dilakukan pengkajian telah didapat beberapa diagnosa yaitu :
1.    nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
2.   kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
3.  hipertermia berhubungan dengan penyakit
4.   ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu memasukkan, mencerna, dan mengasorbsi makanan
5.   diare berhubungan dengan proses infeksi
6.   gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
7.   intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilisasi
8.   imobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
9.   kurang perawatan diri mandi berhubungan dengan nyeri
10. ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
11.  Pengertian
12. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)
13.Klasifikasi
14. Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
15. Anatomi dan Fisiologi Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak berfungsi) yang melekat sepertiga jari.
16. Letak apendiks.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.
17. Ukuran dan isi apendiks.
Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.
18. Posisi apendiks.
Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.
19. Etiologi
20.                Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. (Irga, 2007)
21. Patofisiologi
22.                Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.
23.               Manifestasi Klinik
24.                Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007)
25.                Pemeriksaan diagnostik
26.                Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
27.                Pemeriksaan yang lain Lokalisasi.
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney.
28.                Test rektal.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal. Pemeriksaan radiologi Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
29.                Penatalaksanaan
30.               Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.
31.Untuk melengkapi hal tersebut, maka perawat di dalam melakukan asuhan keperawatan harus menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
32.               Pengkajian
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
Identitas penanggung Riwayat kesehatan sekarang.
Keluhan utama Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.
Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas. Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang Pemeriksaan fisik Keadaan umum Klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
Berat badan Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
Sirkulasi : Klien mungkin takikardia. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
Keamanan Demam, biasanya rendah.
Data psikologis Klien nampak gelisah.
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang.
33.               Diagnosa keperawatan
34.               Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah.
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan
35.               Intervensi keperawatan .
36.               Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosis dan prioritas masalah keperawatan.
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah, ditandai dengan : Kadang-kadang diare. Distensi abdomen. Tegang. Nafsu makan berkurang. Ada rasa mual dan muntah. Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan kriteria : Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan muntah.
37.               Intervensi : Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.
38.               Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.
39.               Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.
40.                Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, ditandai dengan : Suhu tubuh di atas normal. Frekuensi pernapasan meningkat. Distensi abdomen. Nyeri tekan daerah titik Mc. Burney Leuco > 10.000/mm3 Tujuan : Tidak akan terjadi infeksi dengan kriteria : Tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi panas, kemerahan).
41. Intervensi : Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui prinsip-prinsip pencukuran.
Rasional : Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.
42.                Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.
Rasional : Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga bab dapat lancar. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan ruptura apendiks.
43.               Anjurkan klien mandi dengan sempurna.
Rasional : Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro organisme.
44.                HE tentang pentingnya kebersihan diri klien.
Rasional : Dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam pelaksaan tindakan.
45.                Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal, ditandai dengan : Pernapasan tachipnea. Sirkulasi tachicardia. Sakit di daerah epigastrum menjalar ke daerah Mc. Burney Gelisah. Klien mengeluh rasa sakit pada perut bagian kanan bawah.
Tujuan : Rasa nyeri akan teratasi dengan kriteria : Pernapasan normal. Sirkulasi normal.
46.                Intervensi : Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.
47.                Anjurkan pernapasan dalam.
Rasional : Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
48.                Lakukan gate control.
Rasional : Dengan gate control saraf yang berdiameter besar merangsang saraf yang berdiameter kecil sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan ke hypothalamus.
49.                Beri analgetik.
Rasional : Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti).
50.                Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang. Gelisah. Wajah murung. Klien sering menanyakan tentang penyakitnya. Klien mengeluh rasa sakit. Klien mengeluh sulit tidur
Tujuan : Klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan pengobatannya.
51. Intervensi : Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan setelah operasi.
Rasional : Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh.
52.                Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode istirahat setelah operasi.
Rasional : Mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan.
53.               Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband, pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan.
Rasional : Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses penyembuhan.
54.                Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Nafsu makan menurun Berat badan menurun Porsi makan tidak dihabiskan Ada rasa mual muntah
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri
55.                Intervensi : Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien
Rasional : menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.
56.                Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.
57.                Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengawasi keefektifan secara diet.
58.                Beri makan sedikit tapi sering
Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.
59.                Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
60.                Tawarkan minum saat makan bila toleran.
Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.
61. Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.
Rasional : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
62.                Memberi makanan yang bervariasi
Rasional : Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.
63.               Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan. Kuku nampak kotor Kulit kepala kotor Klien nampak kotor
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri
64.                Intervensi : Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.
Rasional : Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.
65.                Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.
Rasional : Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman
66.                Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.
Rasional : Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene.
67.                Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.
Rasional : Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan
68.                Bimbing keluarga / istri klien memandikan
Rasional : Agar keterampilan dapat diterapkan
69.                Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.
Rasional : Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.
70.                Implementasi
71. Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain.
72.                Evaluasi.
73.               Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien perlu dilakukan evaluasi dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut : Apakah klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh?. Apakah klien dapat terhidar dari bahaya infeksi?. Apakah rasa nyeri akan dapat teratasi?. Apakah klien sudah mendapat informasi tentang perawatan dan pengobatannya.
74.                Sumber :
1.Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
2.Henderson, M.A. (1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.
3.Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. 4.Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar