MASALAH ABORTUS DAN KESEHATAN
REPRODUKSI PEREMPUAN
PENDAHULUAN
Abortus merupakan suatu
masalah kontroversi yang sudah ada sejak sejarah di tulis orang. Kontroversi
karena di satu pihak abortus ada di masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dengan
adanya jamu dan obat-obat peluntur serta dukun pijat untuk mereka yang
terlambat bulan. Di pihak lain abortus tidak dibenarkan oleh agama. Bahkan
dicaci, dimaki dan dikutuk sebagai perbuatan tidak bermoral. Pembicaraan
tentang abortus dianggap tabu. Sulit ditemukan seorang wanita yang secara
sukarela mengaku bahwa ia pernah diabortus, karena malu.
Istilah abortus dipakai
untuk menunjukkan pengeluaran hasil kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat hidup di
luar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi karena
jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan di bawah 500 gram dapat
hidup terus, maka abortus dianggap sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin
mencapai berat 500 gram atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Abortus
dapat berlangsung spontan secara alamiah atau buatan. Abortus buatan ialah
pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu dengan obat-obatan atau dengan tindakan
medik.
Frekuensi abortus sukar
ditentukan karena abortus buatan banyak tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi
komplikasi. Abortus spontan kadang-kadang hanya disertai gejala dan tanda
ringan, sehingga pertolongan medik tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap
sebagai terlambat haid. Diperkirakan frekuensi abortus spontan berkisar 10-15%.
Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% bila diperhitungkan mereka yang hamil
sangat dini, terlambat haid beberapa hari, sehingga wanita itu sendiri tidak
mengetahui bahwa ia sudah hamil. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta
kehamilan per-tahun. Dengan demikian setiap tahun 500.000-750.000 abortus
spontan.
Sulit untuk mendapatkan
data tentang abortus buatan (selanjutnya akan ditulis : abortus) di Indonesia.
Paling sedikit ada dua sebabnya. Yang pertama, abortus dilakukan secara
sembunyi. Yang kedua, bila timbul komplikasi hanya dilaporkan komplikasinya
saja, tidak abortusnya.
Dengan menggunakan Randomized
Response Technique, Saifuddin dan Bachtiar menemukan bahwa hampir sepertiga
dari wanita yang datang ke Poliklinik Kebidanan di RS Cipto Mangunkusumo pernah
melakukan abortus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar